Pascasarjana UINSI Samarinda
Opini

Komunikasi Publik atas Draf RUU Sisdiknas Dinilai Perlu Lebih Komprehensif dan Realistis

Oleh : Dr. H. Achmad Ruslan Afendi, M.Ag

Samarinda – Perumusan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) kembali menjadi sorotan publik setelah berbagai kalangan menilai bahwa komunikasi publik pemerintah terhadap draf yang beredar masih perlu dilakukan secara lebih komprehensif, realistis, serta relevan dengan kebutuhan dan tantangan zaman. Hal ini mengemuka dalam sejumlah forum diskusi, uji publik, dan pertemuan akademik yang melibatkan dosen, mahasiswa, organisasi profesi pendidikan, serta lembaga masyarakat sipil di berbagai daerah.

RUU Sisdiknas di Persimpangan Zaman. Dalam era disrupsi teknologi, digitalisasi layanan pendidikan, dan meningkatnya kompleksitas kebutuhan SDM abad ke-21, penyusunan regulasi pendidikan membutuhkan sensitivitas yang kuat terhadap realitas lapangan serta visi jangka panjang yang berpihak pada generasi pelajar Indonesia. Namun demikian, sejumlah pasal dalam Draf RUU Sisdiknas dinilai belum sepenuhnya mencerminkan kebutuhan tersebut.

Beberapa isu yang masih menuai perdebatan antara lain standar layanan pendidikan, kewenangan pemerintah daerah, penguatan kurikulum nasional, hingga posisi dan masa depan guru honorer. Berbagai pengamat menilai bahwa komunikasi publik yang semestinya memberikan penjelasan arah perubahan secara transparan masih belum berjalan optimal.

Dinamika Komunikasi Publik: Aspirasi Mengalir, Penjelasan Minim. Dalam beberapa pekan terakhir, kelompok guru, mahasiswa, dan pemerhati pendidikan menyampaikan bahwa mereka merasa kurang mendapatkan ruang komunikasi dua arah dalam proses penyusunan draf regulasi ini. Walaupun Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi telah menggelar sejumlah public hearing, banyak peserta menilai forum tersebut lebih bersifat informatif daripada dialogis.

Beberapa persoalan yang muncul antara lain:

  1. Akses informasi yang belum jelas dan mudah dipahami
    Draf RUU yang beredar masih sulit dipahami masyarakat karena bahasa hukum yang teknis tanpa penjelasan naratif yang memadai.

  2. Minimnya partisipasi bermakna (meaningful participation)
    Audiensi publik dinilai belum sepenuhnya menampung aspirasi dari daerah, khususnya wilayah terpencil dan 3T yang memiliki persoalan pendidikan berbeda dengan kota besar.

  3. Keterlambatan publikasi draf dan naskah akademik
    Publik menilai draf seharusnya dipublikasikan lebih awal agar proses konsultasi publik dapat berlangsung lebih panjang dan mendalam.

  4. Kurangnya penjelasan mengenai implikasi bagi guru dan tenaga pendidik
    Pasal-pasal yang menyangkut status, tunjangan, dan mekanisme sertifikasi guru masih dinilai kabur, menimbulkan spekulasi dan kecemasan di kalangan pendidik.

Indonesia tengah menghadapi tantangan global seperti revolusi industri 4.0, perkembangan kecerdasan buatan, kesenjangan kualitas pendidikan antarwilayah, hingga kebutuhan melahirkan talenta unggul yang mampu bersaing di tingkat internasional. Karena itu, kebijakan pendidikan harus menjadi fondasi transformasi jangka panjang.

Namun, sejumlah pengamat menilai Draf RUU Sisdiknas masih belum sepenuhnya: Mengintegrasikan kompetensi literasi digital sebagai kemampuan wajib. Mengakomodasi kesenjangan fasilitas antara sekolah maju dan tertinggal. Menjelaskan strategi pendanaan pendidikan yang berkelanjutan. Mempertegas arah modernisasi kurikulum berbasis karakter, sains, dan teknologi. Menyelaraskan hubungan pusat–daerah dalam tata kelola pendidikan.

Dinamika tersebut menunjukkan perlunya penyempurnaan menyeluruh agar RUU mampu menjawab tuntutan zaman.

Para narasumber dalam forum akademik menyampaikan sejumlah rekomendasi penting untuk meningkatkan kualitas komunikasi publik dan substansi RUU Sisdiknas, antara lain:

  1. Transparansi penuh melalui publikasi draf dan naskah akademik sejak awal proses perumusan.

  2. Forum dialog interaktif di seluruh provinsi untuk mengakomodasi kebutuhan dan aspirasi daerah.

  3. Penguatan kajian akademik berbasis data dan riset terbaru, sehingga setiap pasal memiliki dasar ilmiah dan relevansi sosial.

  4. Penyajian penjelasan visual dan bahasa populer melalui infografis, video singkat, serta FAQ resmi agar masyarakat mudah memahami substansi regulasi.

  5. Pengakomodasian aspirasi guru honorer, sekolah swasta, dan komunitas pendidikan informal, kelompok yang selama ini merasa kurang didengar.

  6. Penegasan mekanisme perlindungan profesi guru, termasuk arah kebijakan sertifikasi, tunjangan, serta status kepegawaian yang lebih jelas dan adil.

Dengan memperkuat komunikasi publik dan memastikan proses penyusunan regulasi berlangsung secara transparan, partisipatif, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat, RUU Sisdiknas diharapkan menjadi regulasi pendidikan yang tangguh, visioner, dan adaptif. Di tengah perubahan cepat era digital, regulasi yang komprehensif dan realistis bukan hanya menjadi tuntutan publik, tetapi juga menjadi fondasi utama untuk mewujudkan sistem pendidikan nasional yang unggul, inklusif, dan berdaya saing global.

Humas Pascasarjana (I.m)