Dr. Imam Safei dari LSF RI: Film Harus Jadi Media Edukasi, Bukan Sekadar Hiburan
Samarinda, Sabtu (18/10/2025) – Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda kembali menggelar Kuliah Umum dengan tema “Sinergitas Peran Lembaga Sensor Film: Perlindungan Konten, Pemberdayaan Publik, dan Pendidikan Masyarakat.”
Kegiatan ini menghadirkan narasumber Dr. Imam Safei, M.Pd. dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang juga menjabat sebagai Komisioner Lembaga Sensor Film (LSF) Republik Indonesia. Kuliah umum berlangsung interaktif dengan pembahasan mendalam mengenai peran penting LSF dalam menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab moral di era digital.
Dalam sambutannya, Direktur Pascasarjana UINSI Samarinda, Prof. Dr. KH. Mukhamad Ilyasin, M.Pd., menyampaikan pentingnya memperluas jejaring kerja sama antar lembaga untuk memperkuat peran pendidikan tinggi dalam isu sosial dan kebudayaan.
“Semakin banyak jangkauan jejaring kita, maka semakin baik. Kami mengundang seluruh mitra kerja untuk terus meningkatkan sinergi dan kontribusi bagi kemajuan Pascasarjana,” ujar Prof. Ilyasin.
Sementara itu, Dr. Imam Safei dalam paparannya menegaskan bahwa peran sensor film bukan sekadar memotong adegan, tetapi merupakan upaya menjaga keadilan paparan usia, sensitivitas moral, dan kesehatan psikososial generasi muda. Ia mengutip firman Allah dalam Al-Qur’an:
“Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani agar kamu bersyukur.” (QS. An-Nahl: 78)
Dr. Imam Safei kemudian menekankan pentingnya proses berpikir dan berkarya secara sistematis: “Berpikirlah, tulislah apa yang difikirkan, kerjakan apa yang ditulis, dan filmkan apa yang telah dikerjakan.”
Menurutnya, sensor film adalah garda terdepan perlindungan mental penonton, khususnya remaja. Ia menjelaskan bahwa LSF berperan bukan hanya dalam penyuntingan adegan, tetapi juga dalam menetapkan klasifikasi tontonan yang adil dan berpihak pada kesehatan moral serta psikososial anak bangsa.
Lebih lanjut, Dr. Imam menguraikan fenomena sosial terkini yang menjadi tantangan besar di era digital. Akses tanpa batas. Remaja kini dengan mudah mengakses film berusia 21+ melalui platform daring, sementara potongan iklan vulgar atau sadistik banyak beredar bebas di media sosial.
Realita perilaku menyimpang. Berdasarkan data Kominfo (2023), 1 dari 4 remaja terpapar kekerasan digital setiap bulan. Sementara LPPAI (2022) mencatat 1 dari 6 remaja telah menonton konten pornografi ekstrem sebelum usia 13 tahun.
Efek nyata di masyarakat. Fenomena kekerasan, pembunuhan, pemerkosaan, mutilasi, bahkan tantangan bunuh diri yang terinspirasi dari tontonan tertentu menjadi peringatan penting bagi dunia pendidikan dan sensor film.
Dr. Imam menegaskan bahwa remaja tidak hanya belajar dari nasihat, tetapi juga dari tontonan. “Siapa yang mengatur layar, berarti turut andil mengarahkan masa depan,” pungkasnya.
Kegiatan kuliah umum ini menjadi momentum penting bagi civitas akademika Pascasarjana UINSI Samarinda untuk memperluas wawasan literasi media dan meneguhkan peran pendidikan Islam dalam membangun masyarakat yang cerdas, beretika, dan berkarakter.
Humas Pascasarjana (I.m)






